Pada tahun 1905, Albert Einstein melakukan perubahan besar terhadap hukum-hukum fisika saat dia mengemukakan teori relativitasnya. Kini, Teori Einstein kemungkinan juga akan mengalami perubahan yang penting.
(Science Direct – Februari, 2007) Dimitri Nanopoulos, yang menjabat sebagai Profesor Tamu dalam bidang Fisika di Texas A&M University dan kepala Houston Advanced Research Center’s Group untuk Fisika Astropartikel, mengemukakan, bersama dengan sejumlah fisikawan lainnya, bahwa kecepatan cahaya yang merupakan sebuah bilangan konstan sebesar 3 x 108 m/s kemungkinan tidak benar lagi.
Pada tahun 1905, Einstein mengatakan bahwa cahaya merupakan satu-satunya objek yang memiliki kecepatan yang konstan dalam semua kerangka acuan. Ide ini merupakan batu fondasi teori relativitasnya, termasuk hukum-hukum fisika lainnya setelah saat itu.
“Jika terbukti bahwa kecepatan cahaya ternyata tidak konstan lagi, meskipun perubahan kecepatan cahaya itu sangat kecil, maka hukum-hukum fisika –termasuk relativitas itu sendiri– akan mengalami perubahan yang mendasar,” kata Nanopoulos. Nanopoulos yang juga merupakan Kepala Divisi Fisika Teoritis di Akademi Athena, adalah salah seorang di antara para fisikawan yang sedang berupaya membangun teori kuantum gravitasi, sebuah teori yang telah menjadi impian para fisikawan sejak tahun 1920-an.
Ketika sedang melakukan perhitungan-perhitungan matematis, Nanopoulos dan fisikawan Nikolaos Mavromatos dari King’s College di London serta John Ellis dari European Center for Particle Physics (CERN) di Geneva, menemukan sebuah persamaan baru untuk kecepatan cahaya, yang bergantung pada frekuensi.
“Melalui perhitungan-perhitungan kami, kami menemukan bahwa kecepatan cahaya adalah bergantung pada frekuensi,” Kata Nanopoulos. “Tetapi perubahan ini, dari nilai yang diketahui sekarang sebesar 3 x 108 m/s, hanya dapat teramati untuk cahaya yang berasal dari benda-benda astronomis yang letaknya sangat jauh dari bumi, sehingga kebergantungan terhadap frekuensi tidak teramati selama ini.”
Fisikawan saat ini sedang berupaya membangun teori kuantum gravitasi untuk menyatukan dua penemuan besar fisika dalam abad ke-20: Teori Relativitas dan Fisika Kuantum. Teori relativitas menjelaskan bagaimana ruang dan waktu saling berkaitan satu sama lain seta bagaimana gravitasi itu bekerja. Sedangkan Fisika kuantum memberikan pemerian terhadap kerja dunia mikroskopis, dimana hukum-hukum probabilitas menggantikan pandangan deterministik yang digunakan dalam menjelaskan dunia keseharian kita.
Hingga sekarang ini, fisikawan sedang mempertimbangkan sejumlah skenario untuk teori kuantum gravitasi. Namun demikian, skenario-skenario ini belum sekalipun dikonfirmasi secara eksperimen.
Hipotesis yang dikemukakan oleh Nanopoulos dan para kolaboratornya bahwa kecepatan cahaya bergantung pada frekuensinya, telah diperiksa secara eksperimental dengan teliti, dan hasil yang tealah didapatkannya beberapa waktu yang lalu memberikan sedikit harapan.
“Salah satu cara untuk menguji secara eksperimen hipotesis kami adalah dengan mempertimbangkan galaksi-galaksi atau objek-objek langit lainnya yang berada sangat jauh dari kita.” Kata Nanopoulos. “Kami lalu mengumpulkan foton-foton yang dipancarkan secara simultan dari sumber-sumber ini, kemudian kami mengamati perbedaan waktu kedatangan foton-foton ini pada sebuah detektor di bumi antara foton-foton yang memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Foton dengan frekuensi yang lebih tinggi seharusnya datang lebih belakangan.”
Persamaan kecepatan cahaya yang bergantung pada frekuensinya ternyata juga bergantung pada konstanta gravitasional, yaitu kuantitas yang telah diketahui sejak Newton mengemukakan teori gravitasinya. Dengan menggunakan data perbedaan waktu kedatangan foton-foton dari enam sumber astronomis yang digunakan, Nanopoulos dan kolaboratornya memperkirakan batas atas untuk nilai konstanta gravitasi dari data-data tersebut, kemudian membandingkan hasilnya dengan nilai yang diharapkan.
“Kami sangat terkejut menemukan bahwa jika kita menggunakan semua data-data astronomis ini, kita akan memperoleh nilai yang sangat rasional untuk konstanta Gravitasi.” Ungkap Nanopoulos. “Itu merupakan kekagetan kami yang pertama: fakta bahwa sekumpulan data yang tampaknya tidak memiliki pengaruh apapun terhadap konstanta gravitasi, ternyata memberikan nilai yang sangat dekat dengan nilai yang kami harapkan.”
Eksperimen kedua yang memberikan harapan atas kebenaran hipotesis kebergantungan kecepatan cahaya terhadap frekuensi diberikan oleh eksperimen HEGRA (High Energy Gamma Ray Astronomy), yang sedang mendeteksi foton dari luar angkasa, dan berlokasi di La Palma, Canary Island.
Persamaan kecepatan cahaya yang bergantung pada frekuensi telah digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh tiga fisikawan: Tadashi Kifune, dari Universitas Tokyo di Jepang, Ray Protheroe, dari Universitas Adelaide di Australia, dan Heinrich Meyer, dari Universitas Wuppertal di Jerman. Masalah ini terjadi saat fisikawan HEGRA tersebut mendeteksi foton yang sangat energitik yang dipancarkan dari galaksi Markarian 501.
“Foton-foton yang sangat energitik ini diharapkan berinteraksi dengan foton-foton lainnya yang berenergi sangat rendah yang berasal dari radiasi latar belakang inframerah, yang merupakan radiasi yang telah ada sejak awal jagad raya ini.” Kata Nanopoulos. “Jika sebuah foton yang sangat energitik berinteraksi dengan sebuah foton yang berenergi sangat rendah ini, mereka akan memiliki jumlah energi yang cukup untuk menghasilkan sebuah pasangan elektron-antielektron.” Tetapi para fisikawan di HEGRA tidak menemukan pasangan elektron-antielektron ini, malahan mereka menemukan foton-foton yang sangat energitik. “Dengan menggunakan persamaan kecepatan cahaya yang bergantung pada frekuensi, Kifune, Protheroe, dan Meyer menemukan bahwa energi kombinasi dari masing-masing tipe foton tidak cukup untuk menghasilkan sebuah pasangan elektron-antielektron.” Tambah Nanopoulos. “Itulah sebabnya tidak terdapat pasangan elektron-antielektron yang teramati.”
Jika melalui pengamatan foton-foton yang lebih energitik, HEGRA tidak pernah mendeteksi pasangan elektron-antielektron yang diharapkan, maka ini seharusnya akan memberikan dukungan yang lebih jauh terhadap hipotesis baru yang dikemukakan oleh Nanopoulos beserta kolaboratornya ini.
“Kecepatan cahaya yang bergantung frekuensi mengubah secara drastis pandangan kita terhadap teori relativitas”, Kata Nanopoulos. “Ini juga berarti bahwa untuk pertama kalinya kita memiliki sebuah jendela kemungkinan untuk mempelajari kuantum gravitasi, dan selanjutnya berarti terbukanya studi ilmiah tentang asal-usul semesta ini. Sangat menakjubkan bahwa kami dapat memperbesar secara eksperimental efek yang sedemikian kecil ini.”
Nanopoulos selanjutnya mengatakan bahwa jika kecepatan cahaya yang bergantung frekuensi dikonfirmasi lebih jauh oleh eksperimen-eksperimen lainnya, maka teori relativitas masih tetap akan valid di bawah kondisi-kondisi tertentu.
“Tidak ada yang salah dari teori relativitas Einstein. Jika energi sebuah benda jauh lebih kecil dari 1019 massa foton atau jika jarak antara dua buah benda lebih kecil daripada jutaan tahun cahaya, persamaan Einstein masih valid.” Katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar